SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI

Minggu, 22 Maret 2015

PEMBAGIAN TAUHID BID'AH?

Pernah dengar atau penah baca bahwa pembagian Tauhid itu Bid'ah? atau Hanya Akal-akalan Ibnu Taymiyah? ini Jawaban lengkapnya :

Darimanakah Asal Usul Pembagian 3 Tauhid?


Tanya:
Katanya tauhid dibagi tiga (rububiyyah, uluhiyyah, asma’ dan sifat), siapa yang membagi demikian? Di kitab apa? Jilid dan halaman?
(0500338261)

Jawab:
Tauhid terbagi menjadi 3 (Tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan Asma’ wa sifat) berdasarkan istiqra’ (penelitian menyeluruh) terhadap dalil-dalil yang ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, sebagaimana ulama nahwu membagi kalimat di dalam bahasa arab menjadi 3: Isim, fi’il, dan huruf, berdasarkan penelitian menyeluruh terhadap kalimat-kalimat yang ada di dalam bahasa arab. (Lihat Kitab At-Tahdzir min Mukhtasharat Muhammad Ash-Shabuny fii At-Tafsir karangan Syeikh Bakr Abu Zaid hal: 30, cet. Darur Rayah- Riyadh )
Diantara dalil-dalil tauhid rububiyyah (pengesaan Allah dalam penciptaan, pembagian rezeki, dan pengaturan alam):

Firman Allah ta’ala:
(اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ)(الزمر:62)
Artinya: “Allah menciptakan segala sesuatu.” (Qs. 39: 62)

Dan firman Allah ta’ala:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ) (هود:6
Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. 11:6)

Dan firman Allah ta’ala:
(قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ) (يونس:31
Artinya: Katakanlah:”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Qs. 10:31)

Diantara dalil-dalil tauhid uluhiyyah (pengesaan Allah di dalam ibadah):

Firman Allah ta’alaa:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.الفاتحة:5
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. 1:5)

Dan firman Allah ta’alaa:
قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَهُ دِينِي.الزمر:14
Artinya: Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.” (Qs. 39:14)

Dan firman Allah ta’alaa:

قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ.الزمر:64
Artinya: Katakanlah: “Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” (Qs. 39:64)

Diantara dalil-dalil tauhid asma’ wa sifat (pengesaan Allah di dalam nama-namanya yang husna (yang terbaik) dan sifat-sifat-Nya yang tinggi):

Firman Allah ta’ala:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيّاً مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى.الاسراء: من الآية110
Artinya: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik).”

Dan firman Allah ta’ala:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.الشورى: من الآية11
Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. 42:11)

Dan firman Allah ta’alaa:
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.النحل: من الآية60
Artinya: “Dan Allah mempunyai permisalan yang paling tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. 16:60)

Terkumpul 3 jenis tauhid ini di dalam sebuah firman Allah:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً .مريم:65
Artinya: “Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah).” (Qs. 19:65)

Tauhid rububiyyah tercantum dalam firman-Nya:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
(Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya).”

Tauhid uluhiyyah tercantum dalam firman-Nya:
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
“Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya). “

Tauhid Asma’ wa Sifat tercantum dalam firman-Nya:
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“(Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah))?”

Kami sebutkan disini diantara ulama-ulama yang menyebutkan pembagian ini baik secara jelas maupun dengan isyarat.

1. Imam Abu Ja’far Ath-Thahawy (wafat th. 321), di dalam muqaddimah kitab beliau Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah. Beliau berkata:
نقول في توحيد الله معتقدين بتوفيق الله إن الله واحد لا شريك له ، و لا شيء مثله ، و لا شيء يعجزه ، و لا إله غيره
Artinya: “Kami mengatakan di dalam pengesaan kepada Allah dengan meyakini: bahwa Allah satu tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang melemahkan-Nya, dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selain-Nya.

Perkataan beliau: “Tidak ada yang serupa dengan-Nya.”: Ini termasuk tauhid Asma’ dan Sifat.
Perkataan beliau: “Tidak ada yang melemahkan-Nya.”: Ini termasuk tauhid Rububiyyah.
Perkataan beliau: “Dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selain-Nya.”: Ini termasuk tauhid Uluhiyyah.
2. Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky (wafat th. 386 H), di dalam muqaddimah kitab beliau Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah hal. 75 (cet. Darul Gharb Al-Islamy). Beliau mengatakan:
من ذلك : الإيمان بالقلب و النطق باللسان بأن الله إله واحد لا إله غيره ، و لا شبيه له و لا نظير، … ، خالقا لكل شيء ، ألا هو رب العباد و رب أعمالهم والمقدر لحركاتهم و آجالهم
Artinya: “Termasuk diantaranya adalah beriman dengan hati dan mengucapkan dengan lisan bahwasanya Allah adalah sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada yang serupa dengan-Nya dan tidak ada tandingan-Nya.”
Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hamba-Nya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka.”
Perkataan beliau: “Sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia.”: Ini termasuk tauhid Uluhiyyah.
Perkataan beliau: “Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan tidak ada tandingan-Nya”: Ini termasuk tauhid Asma’ wa Sifat.
Perkataan beliau: “Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hamba-Nya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka.” : Ini termasuk tauhid Rubiyyah.
3. Ibnu Baththah Al-‘Akbary (wafat th. 387 H), di dalam kitab beliau Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah (5 / 475)
وذلك أن أصل الإيمان بالله الذي يجب على الخلق اعتقاده في إثبات الإيمان به ثلاثة أشياء : أحدها : أن يعتقد العبد ربانيته ليكون بذلك مباينا لمذهب أهل التعطيل الذين لا يثبتون صانعا . الثاني : أن يعتقد وحدانيته ، ليكون مباينا بذلك مذاهب أهل الشرك الذين أقروا بالصانع وأشركوا معه في العبادة غيره . والثالث : أن يعتقده موصوفا بالصفات التي لا يجوز إلا أن يكون موصوفا بها من العلم والقدرة والحكمة وسائر ما وصف به نفسه في كتابه
Artinya: Dan yang demikian itu karena pokok keimanan kepada Allah yang wajib atas para makhluk untuk meyakininya di dalam menetapkan keimanan kepada-Nya ada 3 perkara:

Pertama: Hendaklah seorang hamba meyakini rabbaniyyah Allah (kekuasaan Allah) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang atheisme yang mereka tidak menetapkan adanya pencipta.

Kedua: Hendaklah meyakini wahdaniyyah Allah (keesaan Allah dalam peribadatan) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang musyrik yang mereka mengakui adanya pencipta alam kemudian mereka menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Ketiga: Hendaklah meyakini bahwasanya Dia bersifat dengan sifat-sifat yang memang harus Dia miliki, seperti ilmu, qudrah (kekuasaan), hikmah (kebijaksanaan), dan sifat-sifat yang lain yang Dia tetapkan di dalam kitab-Nya.

4. Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusyi (wafat th. 520 H), di dalam muqaddimah kitab beliau Sirajul Muluk (1/1), beliau berkata:
وأشهد له بالربوبية والوحدانية. وبما شهد به لنفسه من الأسماء الحسنى. والصفات العلى. والنعت الأوفى
Artinya: Dan aku bersaksi atas rububiyyah-Nya dan uluhiyyah-Nya, dan atas apa-apa yang Dia bersaksi atasnya untuk dirinya berupa nama-nama yang paling baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna.

5. Al-Qurthuby (wafat th. 671 H), di dalam tafsir beliau (1/ 102) , beliau berkata ketika menafsirkan lafdzul jalalah (الله) di dalam Al-Fatihah:
فالله اسم للموجود الحق الجامع لصفات الإلهية، المنعوت بنعوت الربوبية، المنفرد بالوجود الحقيقي، لا إله إلا هو سبحانه.
Artinya: Maka ( الله ) adalah nama untuk sesuatu yang benar-benar ada, yang mengumpulkan sifat-sifat ilahiyyah (sifat-sifat sesuatu yang berhak disembah), yang bersifat dengan sifat-sifat rububiyyah (sifat-sifat sesuatu yang berkuasa), yang sendiri dengan keberadaan yang sebenarnya, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya.

6. Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy (wafat th. 1393 H) di dalam Adhwaul Bayan (3/111-112), ketika menafsirkan ayat:

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً) (الاسراء:9)
7. Syeikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, diantaranya dalam kitab beliau Kaifa Nuhaqqiqu At-Tauhid (hal. 18-28).
8. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, diantaranya dalam Fatawa Arkanil Islam (hal. 9-17)
9. Syeikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr (pengajar di Masjid Nabawy), diantaranya dalam muqaddimah ta’liq beliau terhadap kitab Tathhir ul I’tiqad ‘an Adranil Ilhad karangan Ash-Shan’any dan kitab Syarhush Shudur fi Tahrim Raf’il Qubur karangan Asy-Syaukany (hal. 12-20)
10 Syeikh Abdul Aziz Ar-Rasyid, di dalam kitab beliau At-Tanbihat As-Saniyyah ‘ala Al-Aqidah Al-Wasithiyyah (hal. 14)
11. Syeikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, di dalam kitab beliau Al-Mukhtashar Al-Mufid fi Bayani Dalaili Aqsamit Tauhid. Kitab ini adalah bantahan atas orang yang mengingkari pembagian tauhid.
12. Dan lain-lain.
Wallahu ta’ala a’lam.

Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com

http://www.konsultasisyariah.com/darimanakah-asal-usul-pembagian-3-tauhid/#


DUNIA ARAB

SIAPA NEGARA TERJELEK? ARAB SAUDI ATAU.......  
Kendali media nasional saat ini didominasi oleh orang-orang sekuler, orang-orang kafir, atau minimal orang-orang (Islam) liberal dan orang-orang Syi’ah yang tidak jelas. Suka/condong menyiarkan berita yang menyudutkan agama Islam, negara Islam, penegakan syari’at Islam, atau orang-orang yang punya komitmen tinggi terhadap syari’at Islam. Apabila bicara TKI/TKW, berita apa yang menjadi besar di tanah air ?. Kekerasan terhadap TKW, perkosaan, atau hukuman penggal TKW bermasalah di Saudi Arabia; tanpa melihat bagaimana sebenarnya keumuman perikehidupan di negara tersebut. Tanpa melihat kejahatan TKW yang dilakukan di negera tersebut. Kalau bicara HAM, Saudi dan negara-negara Islam dianggap sebagai negara yang paling tinggi melanggar HAM. Tujuannya adalah, mengesankan Arab Saudi dan negara-negara Islam lainnya yang merupakan sentral dalam dakwah Islam adalah negara yang jelek.
Sekarang mari kita lihat fakta dan data, manakah negara yang paling jelek dalam kasus-kasus kriminalitas, kejahatan seksual, dan yang semisalnya. Arab Saudi atau bukan Arab Saudi ?. Berikut data yang diperoleh di internet yang dihimpun oleh mereka (orang-orang kafir) sendiri.
1.     Negara dengan angka kejahatan tertinggi.
a.      Menurut situs mapsofworld.com, urutan negara dengan angka kejahatan tertinggi pada tahun 2011 adalah (1) Amerika Serikat; (2) Jerman; (3) Perancis; (4) Rusia; (5) Italia; (6) Kanada; (7) Chili; (8) Polandia; (9) Spanyol; dan (10) Belanda.
b.      Menurut situs whichcountry.co, urutan negara dengan angka kejahatan tertinggi pada tahun 2014 adalah (1) Amerika Serikat; (2) Inggris; (3) Jerman; (4) Perancis; (5) Rusia; (6) Jepang; (7) Afrika Selatan; (8) Kanada; (9) Italia; dan (10) India.
2.     Negara paling tinggi kasus pembunuhan.
a.      Menurut situs unodc.com (kantor PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan), hufftingtonpost.com, dan edition.cnn.com, urutan negara dengan kasus pembunuhan tertinggi per 100.000 orang tahun 2012 adalah (1) Honduras (90,4); (2) Venezuela (53,7); (3) Belize (44,7); (4) El Salvador (41,2); (5) Guatemala (39,9); (6) Jamaika (39,3); (7) Swaziland (33,8); (8) Saint Kitts and Nevis (33,6); (9) Afrika Selatan (31,0); dan (10) Kolombia (30,8).
b.      Menurut situs mapsofworld.com, urutan negara dengan kasus pembunuhan tertinggi per 100.000 orang dari tahun yang berbeda-beda (2008-2010) adalah (1) Honduras (82,1); (2) El Salvador (66,0); (3) Cote d'Ivoire (56,9); (4) Jamaika (52,1); (5) Venezuela (49,0); (6) Belize (41,7); (7) Guatemala (41,4); (8) Saint Kitts and Nevis (38,2); (9) Zambia (38); dan (10) Uganda (36,3).
3.     Negara paling tinggi kasus bunuh diri.
a.      Menurut situs worldlifeexpectancy.com, urutan negara dengan kasus bunuh diri tertinggi per 100.000 orang adalah : (1) Guyana (32,5); (2) Lithuania (31,2); (3) Kazakhstan (31,1); (4) Swaziland (25,3); (5) Rusia (23,4); (6) Malawi (23,3); (7) Belarus (22,9); (8) Suriname (22,5); (9) Nambia (22,3); dan (10) Cote d Ivoire (21,5).
b.      Menurut situs mapsofworld.com, urutan negara dengan kasus bunuh diri tertinggi per 100.000 orang adalah : (1) Lithuania (42,0); (2) Rusia (37,4); (3) Belarus (35,0); (4) Latvia (34,3); (5) Estonia (33,2); (6) Honggaria (32,1); (7) Slovenia (30,9); (8) Ukraina (29,4); (9) Kazakhstan (28,7); dan (10) Finlandia (24,3).
c.      Menurut situs therichest.com, urutan negara dengan kasus bunuh diri tertinggi per 100.000 orang adalah : (1) Lithuania (31), (2) Korea Selatan (28,1), (3) Guyana (26,4), (4) Kazakhstan (25,6), (5) Slovenia (21,8), (6) Honggaria (21,7), (7) Jepang (21,4), (8) Srilanka (21,3), (9) Latvia (20,8), (10) Belarus (20,5).
4.     Negara dengan tingkat perampokan tertinggi.
Menurut situs nationmaster.com, negara dengan tingkat perampokan tertinggi adalah (1) Chili; (2) Argentina; (3) Dominika; (4) Kostarika; (5) Meksiko; (6) Afrika Selatan; (7) Nikaragua; (8) Ekuador; (9) Swaziland; (10) Uruguay; (11) Belgia; (12) Spanyol; (13) Portugal; (14) Belize; (15) Barbados; (16) Maladewa; (17) Peru; (18) Amerika Serikat; (19) Lithuania; (20) Italia.
5.     Negara paling tinggi kasus pemerkosaan.
a.      Menurut situs globalpost.com, urutan negara dengan kasus pemerkosaan tertinggi periode tahun 2004-2010, adalah (1) Amerika Serikat, (2) India, (3) Inggris/United Kingdom, (4) Meksiko, (5) Jerman, (6) Swedia, (7) Rusia, (8) Thailand, (9) Kolombia, dan (10) Belgia.
b.      Menurut situs nationmaster.com, urutan negara dengan kasus pemerkosaan tertinggi per 100.000 orang selama tahun 2010 adalah (1) Afrika Selatan (132,4); (2) Botswana (92,9); (3) Swedia (63,5); (4) Nikaragua (31,6); (5) Grenada (30,6); (6) Saint Kitts and Nevis (28,6); (7) Australia (28,6); (8) Belgia (27,9); (9) Amerika Serikat (27,3); dan (10) Bolivia (26,1).
c.      Menurut situs wonderlist.dot.com; urutan negara dengan kasus pemerkosaan tertinggi  adalah : (1) Amerika Serikat; (2) Afrika Selatan; (3) Swedia; (4) India; (5) Inggris; (6) Jerman; (7) Prancis; (8) Kanada; (9) Srilanka; dan (10) Ethiopia.
d.      Perbandingan, silakan lihat wikipedia.
6.     Negara paling tinggi kasus kejahatan seksual pada anak-anak.
Menurut situs ibtimes.com dan uk.news.yahoo.com, urutan negara dengan kasus kejahatan seksual pada anak-anak tertinggi adalah : (1) Afrika Selatan; (2) India; (3) Zimbabwe, (4) Inggris; dan (5) Amerika Serikat.
7.     Negara yang paling menerima keberadaan homoseksualitas.
Menurut situs pewglobal.org, urutan negara dengan status penerimaan terhadap homoseksualitas tertinggi adalah : (1) Spanyol; (2) Jerman; (3) Kanada; (4) Australia; (5) Prancis; (6) Inggris; (7) Italia; (8) Argentina; (9) Filipina; (10) Meksiko.
8.     Negara yang membolehkan/melegalkan pernikahan sejenis.
Menurut situs pewglobal.org, urutan negara yang melegalkan pernikahan sejenis adalah (1) Argentina; (2) Belgia; (3) Brazil; (4) Kanada; (5) Denmark; (6) Inggris/Wales; (7) Prancis; (8) Islandia; (9) Luksemburg; (10) Belanda; (11) Norwegia; (12) Portigal; (13) Skotlandia; (14) Afrika Selatan; (15) Spanyol; (16) Swedia; (17) Uruguay; (18) Amerika Serikat - untuk beberapa negara bagian - ; (19) Meksiko - untuk beberapa negara bagian - .
9.     Negara yang mempunyai populasi manusia yang terkena HIV/AIDS tertinggi.
a.      Menurut situs indexmundi.com, negara yang mempunyai populasi manusia terkena AIDS tertinggi adalah (1) Afrika Selatan, (2) Nigeria, (3) India, (4) Kenya, (5) Mozambik, (6) Tanzania, (7) Uganda, (8) Amerika Serikat, (9) Zimbabwe, dan (10) Rusia.
b.      Menurut situs whichcountry.co, negara yang mempunyai populasi manusia terkena HIV/AIDS tertinggi adalah (1) Afrika Selatan, (2) Nigeria, (3) India, (4) Kenya, dan (5) Mozambik.
10.   Negara dengan penggunaan/penyalahgunaan narkoba tertinggi.
a.      Menurut situs therichest.com, negara yang paling ketergantungan terhadap obat-obatan adalah (1) Iran; (2) Inggris; (3) Prancis; (4) Slovakia; (5) Rusia; (6) Afghanistan; (7) Kanada; (8) Amerika Serikat; (9) Brazil; dan (10) Meksiko.
b.      Menurut wikipedia, negara yang mempunyai prevalensi tahunan penggunaan kokain tertinggi adalah (1) Skotlandia; (2) Amerika Serikat; (3) El Salvador; (4) Inggris dan Wales; (5) Kanada; (6) Spanyol; (7) Bolivia; (8) Aruba; (9) Panama; dan (10) Australia.
11.   Negara dengan angka penganut atheist paling tinggi.
a.      Menurut situs theblaze.com, negara dengan angka penganut atheis tertinggi adalah (1) China; (2) Jepang; (3) Ceko; (4) Perancis; (5) Korea Selatan; (6) Jerman; (7) Belanda; (8) Austria; (9) Islandia; (10) Australia; dan (11) Irlandia.
b.      Menurut situs atheistrepublic.com, negara dengan angka penganut atheis tertinggi adalah (1) China; (2) Jepang; (3) Rusia; (4) Vietnam; (5) Jerman; (6) Prancis; (7) Amerika Serikat; (8) Inggris; (9) Korea Selatan; dan (10) Kanada.
Dimanakah Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan semisalnya dari negara-negara Islam dalam hal juara kejahatan dan keburukan?. Akankah kita akan terus ditipu oleh media ?. Akankah kita akan mencontoh budaya barat, kebebasan tak bertanggung jawab, kafir, dan tak beragama ?. Pilihan di tangan kita.

[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 18032015 – 02.00].
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2015/03/siapa-negara-terjelek-arab-saudi-atau.html

Rabu, 18 Maret 2015

Hukum Makan dan Jual Beli Cicak/Tokek

Oleh Ustadz Abu Muawiah
Hukum Jual Beli Tokek
Tanya:
Apa hukum jual beli tokek dengan alasan untuk dijadikan obat, mengingat amalan ini sedang marak akhir-akhir ini.
Abu Amr (08524262????)
Jawab:
Pertama-tama perlu diketahui bahwa ucapan para ulama yang ada dalam masalah ini adalah dalam masalah cicak, hanya saja ucapan mereka itu juga berlaku bagi tokek karena keduanya dihukumi sama oleh para ulama. Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- berkata dalam Nailul Authar (8/295), “Cicak (arab: al-wazg) itu termasuk binatang pengganggu dan bentuk jamaknya adalah al-awzag. Sementara tokek adalah hewan yang sejenis dengannya yang berbadan lebih besar.”
Kemudian, tokek/cicak adalah hewan yang haram untuk dimakan dengan tiga alasan:
1.    Keduanya adalah hewan yang khabits/jelek dan bukan termasuk makanan yang thayyib/baik.
Imam Ibnu Hazm -rahimahullah- berkata dalam Al Muhalla (7/405), “Cicak adalah salah satu binatang yang paling menjijikkan.”
Dan Allah telah mengharamkan semua makanan yang khabits dalam firman-Nya, “Dan dia menghalalkan yang baik dan mengharamkan atas mereka segala yang buruk (menjijikkan).” (QS. Al-A’araf: 157)
2.    Keduanya adalah hewan yang fasiq.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata:
أَنَّ النبيَّ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغَ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا “Sesungguhnya Nabi -shallallaahu alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebutnya sebagai fuwaisiq (binatang jahat).” (HR. Muslim no. 2238)
Dan para sahabat memahami bahwa semua hewan yang dinamakan fasik maka dia haram untuk dimakan. Ibnu Umar berkata, “Siapa yang makan burung gagak? Padahal Rasulullah telah menyebutnya fasiq. Demi Allah, dia bukanlah termasuk makanan yang baik.” Diriwayatkan juga yang semisalnya dari Urwah bin Az-Zubair.
Aisyah -radhiallahu anha- berkata, “Aku sungguh heran terhadap orang-orang yang memakan burung gagak, padahal Rasulullah -alaihishshalatu wassalam- mengizinkan untuk membunuh gagak dan menyebutnya fasiq. Demi Allah, dia bukanlah termasuk makanan yang baik.” Lihat ucapan ketiga sahabat ini dalam Al-Muhalla: 7/404
Maka dari tiga ucapan sahabat ini menunjukkan bahwa semua hewan yang fasik dan yang diperintahkan untuk dibunuh maka dia juga haram untuk dimakan, wallahu a’lam.
3.    Keduanya diperintahkan untuk dibunuh. Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ “Barangsiapa yang membunuh cicak pada pukulan pertama maka dituliskan untuknya seratus kebaikan, jika dia membunuhnya pada pukulan kedua maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu, dan pada pukulan ketiga maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu.” (HR. Muslim no. 2240)
Banyak di antara ulama yang menyebutkan sebuah kaidah yang berbunyi: Semua hewan yang boleh dibunuh maka dia haram untuk dimakan, dan hal itu menunjukkan pengharaman, karena perintah untuk membunuhnya -padahal telah ada larangan untuk membunuh hewan-hewan ternak yang boleh dimakan tapi bukan bertujuan untuk dimakan-, menunjukkan kalau dia adalah haram. Kemudian, yang nampak dan yang langsung dipahami bahwa semua hewan yang Rasulullah  izinkan untuk membunuhnya tanpa melalui jalur penyembelihan yang syar’iyah adalah hewan yang haram untuk dimakan. Karena seandainya dia bisa dimanfaatkan dengan dimakan maka beliau pasti  tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya, sebagaimana yang jelas terlihat. Lihat Bidayah Al-Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithi (1/273)
Jadi, tokek/cicak adalah hewan yang haram untuk dimakan. Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (15/186), “Dan cicak/tokek telah disepakati bahwa dia adalah hewan yang haram dimakan.”
Setelah ini dipahami, maka sungguh Nabi -alaihishshalatu wassalam- telah bersabda: إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ “Sesungguhnya jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya.” (HR. Ahmad: 1/247, 322 dan Abu Dawud no. 3488)
Maksud ‘diharamkan harganya’ adalah termasuk di dalamnya larangan memperjualbelikannya, menyewakannya, dan semua perkara yang menjadikan dia mempunyai harga.
Dari keterangan yang telah lalu juga dipahami bahwa cicak/tokek bukanlah termasuk harta secara syar’i dia diperintahkan untuk dibunuh, seandainya dia adalah harta maka tidak mungkin dia diperintahkan dibunuh karena itu berarti perbuatan membuang harta dengan percuma.  Dan para ulama menyebutkan kaidah yang berbunyi: Semua yang bukan harta maka tidak boleh mengeluarkan harta untuknya.
Kesimpulannya, cicak/tokek haram untuk diperjualbelikan dengan dua alasan: Karena dia haram untuk dimakan dan karena dia bukanlah harta sehingga tidak boleh mengeluarkan harta untuk membelinya.
Adapun membolehkannya dengan alasan akan dijadikan obat sehingga ini termasuk perkara darurat yang bisa menjadikan hal yang haram itu dibolehkan, maka ini adalah dalih yang sangat lemah dengan dua alasan:
1.    Kaidah ‘keadaan darurat menjadikan hal yang haram diperbolehkan’ hanya bisa diterapkan jika tidak ada jalan lain untuk menghilangkan keadaan darurat itu kecuali dengan mengerjakan hal yang haram itu. Tapi kenyataannya, masih ada jalan lain untuk mengobati/menyembuhkan penyakit yang katanya bisa disembuhkan dengan tokek.
2.    Kaidah ini tidak berlaku dalam masalah pengobatan, karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- telah menegaskan:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِي حَرَامٍ “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat kalian pada sesuatu yang haram.” (HR. Ibnu Hibban -sebagaimana dalam Al-Mawarid no. 1397 dan Al-Baihaqi (10/5) dari Ummu Salamah)
Dari Abu Ad-Darda` beliau berkata:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوُوْا وَلاَ تَدَاوُوا بِحَرَامٍ “Sesungguhnya Allah -Azza wa Jalla- menurunkan penyakit dan obat dan Dia menjadikan obat untuk setiap penyakit. Maka berobatlah kalian dan jangan kalian berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud no. 3874 dan Al-Baihaqi (10/5))
Abu Hurairah juga berkata:
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ “Rasulullah -alaihishshalatu wassalam- melarang menggunakan obat yang khabits/buruk.” (HR. Abu Daud no. 3870)
Wallahu a’lam bishshawab.

http://al-atsariyyah.com/hukum-jual-beli-tokek.html

Selasa, 17 Maret 2015

(Kisah Yang Menakjubkan Tentang Ikhlash)

ABDULLAH IBNUL MUBARAK DAN BUDAK HITAM

Ibnul Mubarak rahimahullah menceritakan kisahnya: “Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di Al-Masjid Al-Haram. Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di pundaknya. Dia mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya mendengarnya berdoa,
 
“Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba-hamba-Mu menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai hukuman terhadap hamba-hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu wahai Yang pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.”
 
Dia terus mengatakan, “Berilah mereka hujan sekarang.”
 
Hingga langit pun penuh dengan awan dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui di mana tempat tinggalnya. Lalu saya pergi menemui Fudhail bin Iyyadh. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat dirimu nampak sangat sedih?” Saya jawab, “Orang lain telah mendahului kita menuju Allah, maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita tidak.” Dia bertanya, “Apa maksudnya?” Maka saya pun menceritakan kejadian yang baru saja saya saksikan. Mendengar cerita saya, Fudhail bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu menahan rasa haru. Lalu dia pun berkata, “Celaka engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya menemuinya!” Saya jawab, “Waktu tidak cukup lagi, biarlah saya sendiri yang akan mencari berita tentangnya.”
 
Maka keesokan harinya setelah shalat Shubuh saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya lihat kemarin. Ternyata di depan pintu rumahnya sudah ada orang tua yang duduk di atas sebuah alas yang digelar. Ketika dia melihat saya maka dia pun langsung mengenali saya dan mengatakan, “Marhaban (selamat datang –pent) wahai Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?” Saya jawab, “Saya membutuhkan seorang budak hitam.” Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa budak, silahkan pilih mana yang Anda inginkan dari mereka?” Lalu dia pun berteriak memanggil budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak yang kekar. Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang bagus, saya ridha untuk Anda.” Saya jawab, “Ini bukan yang saya butuhkan.”
 
Maka dia memperlihatkan budaknya satu persatu kepada saya hingga keluarlah budak yang saya lihat kemarin. Ketika saya melihatnya maka saya pun tidak kuasa menahan air mata. Tuannya bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda inginkan?” Saya jawab, “Ya.” Tuannya berkata lagi, “Dia tidak mungkin dijual.” Saya tanya, “Memangnya kenapa?” Dia menjawab, “Saya mencari berkah dengan keberadaannya di rumah ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi beban bagi saya.” Saya tanyakan, “Lalu dari mana dia makan?” Dia menjawab, “Dia mendapatkan setengah daniq (satu daniq = sepernam dirham –pent) atau kurang atau lebih dengan berjualan tali, itulah kebutuhan makan sehari-harinya. Kalau dia sedang tidak berjualan, maka pada hari itu dia gulung talinya. Budak-budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit. Dia pun tidak suka berbaur dengan budak-budak yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku pun telah mencintainya.”
 
Maka saya katakan kepada tuannya tersebut, “Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury dan Fudhail bin Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan saya.” Maka dia menjawab, “Kedatangan Anda kepada saya merupakan perkara yang besar, kalau begitu ambillah sesuai keinginan Anda!” Maka saya pun membelinya dan saya membawanya menuju ke rumah Fudhail bin Iyyadh.
 
Setelah berjalan beberapa saat maka budak itu bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!” Saya jawab, “Labbaik.” Dia berkata, “Jangan katakan kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak yang lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada tuannya.” Saya katakan, “Apa keperluanmu wahai orang yang kucintai?” Dia menjawab, “Saya orang yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi pelayan. Anda bisa mencari budak yang lain yang bisa melayani keperluan Anda. Bukankah telah ditunjukkan budak yang lebih kekar dibandingkan saya kepada Anda.” Saya jawab, “Allah tidak akan melihatku menjadikanmu sebagai pelayan, tetapi saya akan membelikan rumah dan mencarikan istri untukmu dan justru saya sendiri yang akan menjadi pelayanmu.”
 
Dia pun menangis hingga saya pun bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Dia menjawab, “Anda tidak akan melakukan semua ini kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa Anda memilih saya dan bukan budak-budak yang lain?!” Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal ini.” Dia pun berkata, “Saya meminta dengan nama Allah agar Anda memberitahukan kepada saya.” Maka saya jawab, “Semua ini saya lakukan karena engkau orang yang terkabul doanya.” Dia berkata kepada saya, “Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda adalah orang yang saleh. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan yang Dia tidak akan menyingkapkan keadaan mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka kecuali kepada hamba yang Dia ridhai.” Kemudian dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya sebentar, karena masih ada beberapa rakaat shalat yang belum saya selesaikan tadi malam?” Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah dekat.” Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya sukai, lagi pula urusan Allah Azza wa Jalla tidak boleh ditunda-tunda.” Maka dia pun masuk ke masjid melalui pintu halaman depan.
 
Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa yang dia inginkan.
Setelah itu dia menoleh kepada saya seraya berkata, “Wahai Aba Abdirrahman, apakah Anda memiliki keperluan?” Saya jawab, “Kenapa engkau bertanya demikian?” Dia menjawab, “Karena saya ingin pergi jauh.” Saya bertanya, “Ke mana?” Dia menjawab, “Ke akherat.” Maka saya katakan, “Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya merasa senang dengan keberadaanmu!” Dia menjawab, “Hanyalah kehidupan ini terasa indah ketika hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak diketahui oleh seorang pun. Adapun setelah Anda mengetahuinya, maka orang lain akan ikut mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan tadi.”  

Kemudian dia tersungkur sujud seraya berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!” Maka saya pun mendekatinya, ternyata dia sudah meninggal dunia. Maka demi Allah, tidaklah saya mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan yang mendalam dan dunia ini tidak ada artinya lagi bagi saya.”
 
(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul Jauzy, 8/223-225)
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=140725
Diterjemahkan oleh: Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy
17 Rabi’ul Awwal 1435 H
Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman

Catatan : Kisah ini Juga disebutkan dalam Shifatush Shafwah Karya Beliau (Imam Ibnul Jauzy)

Hukum Memanggil Istri dengan Sebutan Ummy dan Sebaliknya

Tanya
Apa hukum suami memanggil istri dengan sebutan umi dan istri memanggil suami dengan sebutan abi? (0823 3251….)

Jawab:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن واله، أما بعد:

Pertanyaan yang semisal juga datang dari beberapa ikhwah yang karena sempitnya waktu belum bisa kami jawab. 

Menilik pentingnya masalah ini dikarenakan banyaknya ikhwah yang mengamalkannya dalam keseharian mereka, maka dengan memohon taufiq dari Alloh 'Azza wa Jalla kami akan mengulas permasalahan tersebut pada rubrik tanya-jawab ini sehingga seseorang bisathuma'ninah melakukan suatu perbuatan dikarenakan dibangun di atas ilmu dan penjelasan.

Pertama: Hendaknya kita mengetahui bahwa panggilan seorang suami kepada istrinya dengan panggilan "umi" atau "mama" atau "ibu" atau "adik" dan yang semisalnya, bisa dihukumi dhihar dan bisa tidak, sesuai dengan niatan sang suami. Hal ini berdasarkan sabda RosulullohShollallohu 'alaihi wa sallam:

 (إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى) 

"Semua amalan mesti dibangun di atas niat, dan setiap orang hanyalah akan mendapatkan sesuai apa-apa yang dia niatkan." (Muttafaq 'alaih).

Apabila sang suami berniat dengan panggilan tersebut untuk menjadikan istri haram digauli (jima') sebagaimana haramnya ibu, adik, dan mahram-mahram perempuan yang lain maka hal ini masuk dalam hukum dhihar.

Akan tetapi, kebanyakan orang yang menggunakan panggilan tersebut, terutama di negeri kita ini, tidaklah meniatkan yang demikian itu. Biasanya mereka menggunakan panggilan itu sebagai penghormatan dan ungkapan sayang pada istri atau dengan tujuan untuk mengajari anak-anak dalam memanggil orang tua mereka. Sehingga yang demikian ini tidaklah dihukumi dhihar.

Imam Ibnu Qudamah Rohimahulloh mengatakan:
"Apabila (suami) mengatakan: "Kamu di sisiku seperti ibuku atau semisal dengan ibuku," apabila meniatkan dhihar maka dihukumi dhihar, menurut pendapat keseluruhan ulama. 
Namun, jika meniatkan untuk penghormatan dan pemuliaan (sebagaimana mulianya ibu di sisi sang anak) maka bukanlah dhihar…
Demikian pula jika mengatakan: "Kamu itu adalah ummi (ibuku) atau "istriku itu adalah ummi (ibuku)." (Al-Mughny: 6/ 8)

Al-Lajnah Ad-Daimah ketika ditanyakan kepada mereka permasalahan semisal ini menjawab:
"Jika seorang suami berkata kepada istrinya: "Aku adalah saudaramu," atau "Kamu adalah saudariku," atau "Kamu itu adalah ibuku," atau "seperti ibuku," apabila menginginkan dengannya bahwa sang istri itu sama dengan orang-orang yang disebut tersebut dari sisi kemuliaan, kedekatan, kebaikan, penghormatan, atau dia sama sekali tidak meniatkan (dhihar) dan tidak pula ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dia meniatkan dhihar, maka apa-apa yang dia ungkapkan tersebut bukanlah dhihar dan tidak ada konsekuensi apapun atas ucapan dia itu.

Namun, apabila dia menginginkan dengan kalimat-kalimat tadi dan yang semisalnya adalah dhihar, atau adanya tanda-tanda yang menunjukkan niatan dhihar padanya, seperti: terlontarnya kalimat tersebut dengan kemarahan atau sebagai bentuk ancaman untuk istri, maka yang demikian ini dihukumi dhihar, dan merupakan perbuatan yang haram. 

Wajib atasnya bertaubat dan membayar kaffaroh sebelum mendatangi istrinya (jima'-red) yang berupa: membebaskan seorang budak. 
Apabila tidak mendapatkannya maka berpuasa dua bulan berturut-turut. 
Apabila tidak mampu, maka (kaffarohnya) adalah memberi makan enam puluh orang miskin."(Fatwa Lajnah: 20/ 274) 
[lihat juga: Hasyiah Ibnil Qoyyim 'ala sunan Abi Dawud bersama 'Aunul Ma'bud: 6/ 212)

Kedua: Setelah kita ketahui bahwa panggilan-panggilan di atas apabila tidak diniatkan dhihar atau tidak didapati tanda-tanda yang menjurus ke dhihar tidaklah dihukumi sebagai dhihar yang diharamkan dalam syareat kita, lalu apa hukum panggilan-panggilan tersebut?
Sebagian ulama menyatakan bahwa hal itu hukumnya makruh.

Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud (2210) tentang seorang laki-laki yang memanggil istrinya: "Yaa Ukhoyyah (Wahai adik perempuanku)," maka NabiShollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

 (أُخْتُكَ هِيَ!) فَكَرِهَ ذَلِكَ وَنَهَى عَنْهُ.

"Apakah dia saudarimu?!" Beliaupun membenci yang demikian itu dan melarangnya.

Akan tetapi hadits ini padanya ada perselisihan dalam periwayatannya, ada yang meriwayatkan secara mursal dan ada yang muttashil. Dan riwayat yang mursal itu lebih kuat. oleh karena itulah, Imam Al-Albaniy Rohimahulloh menghukuminya sebagai hadits yang dhoif sebagaimana dalam 'Dhoif Abi Dawud' (383-384).

Sebagian yang lain beralasan tentang kemakruhannya karena panggilan-panggilan tersebut menjadikan istri serupa dengan mahram, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam as-Sa'dyRohimahulloh ketika menyebutkan faidah-faidah dari ayat pertama dari surat Al-Mujadilah. Beliau mengatakan:

"Makruh atas seorang laki-laki untuk memanggil istrinya dengan sebutan para mahramnya, seperti: "Ya Ummi," "Ya ukhty," dan yang semisalnya, dikarenakan yang demikian itu mejadikan istri seperti mahram. (Tafsir As-Sa'diy surat Al-Mujadilah)

Akan tetapi alasan inipun tidak kuat karena yang dilarang adalah menyamakan istri dengan mahram dari sisi tidak bolehnya untuk digauli (jima') adapun menyamakan istri dengan mahram terutama ibu dari sisi penghormatan dan pemuliaan serta kasih sayang bukanlah perkara yang dilarang, bahkan sebaliknya, hal semacam itu malah dianjurkan dalam syareat Islam yang mulia ini.
Sebagian ulama menyarankan agar panggilan yang seperti ini ditinggalkan karena padanya ada dua kemungkinan hukum yang bertolak belakang. Yaitu antara panggilan yang diinginkan oleh sang suami sebagai dhihar dan yang tidak. 
[lihat: Syarh Syaikh Abdul muhsin Al-'Abbad terhadap Sunan Abi Dawud: 46/ 253] 

Akan tetapi, untuk kebiasaan yang ada di negeri kita, ketika seorang suami memanggil istrinya dengan ummi atau mama atau ibu atau ungkapan-ungkapan lain yang semisal, tidaklah meniatkan dhihar, bahkan mungkin tidak pernah terbersit sama sekali dalam diri mereka perkara ini.
Kalaupun ada yang meniatkan demikian, keberadaannya sangatlah jarang, dan sesuatu yang jarang tidaklah dibangun di atasnya hukum. 
Sehingga dengan ini kita ketahui bahwa kemungkinan batil yang terkandung dalam panggilan itupun lenyap dan yang ada tinggal kemungkinan kedua yang dengannya panggilan tersebut diperbolehkan.

Ikhwaniy fillah –Waffaqokumulloh- berdasarkan uraian di atas kita ketahui bahwa ungkapan panggilan yang menjadi pembahasan kita ini adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak ada kemakruhan padanya.
Hal inilah yang dipilih oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin Rohimahulloh- ketika beliau ditanya: 
"Apakah boleh seorang laki-laki berkata kepada istrinya: "Ya ukhty" dengan maksud sebagai ungkapan cinta semata, atau mengatakan: "Ya ummi" dengan maksud sebagai ungkapan cinta semata?" 

Beliau menjawab: "Ya, boleh baginya untuk mengatakan kepadanya (istri): Yaa ukhty atauYaa ummi, atau ungkapan-ungkapan lain yang semisal dengannya yang menimbulkan kasih sayang dan kecintaan. 
Walaupun sebagian ulama memakruhkan seorang laki-laki memanggil istrinya dengan ungkapan-ungkapan seperti ini. 
Akan tetapi, tidak ada alasan untuk dihukumi makruh. Sebab amalan-amalan itu sesuai dengan niatnya. Dan laki-laki ini tidaklah meniatkan dengan ungkapan-ungkapan tersebut bahwa istrinya itu haram baginya dan menjadi mahramnya. Dia hanyalah menginginkan dengannya ungkapan kasih sayang terhadap (sang istri) dan ungkapan kecintaan kepadanya. 

Semua hal yang menjadi sebab saling menyayangi diantara suami dan istri baik itu datangnya dari suami ataupun dari pihak istri, sesungguhnya yang demikian itu adalah hal yang diharapkan. 
[Fatawa Barnamij Nur 'alad Darb biwashithoh: Mauqi' Al-Islam Sualun wa jawaab].

Dan untuk kebiasaan yang berjalan di negeri kita, ada satu lagi pendorong orang tua menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut, yaitu untuk membiasakan anak-anak menggunakan ungkapan tadi kepada kedua orang tuanya.

Sehingga dengan ini, kalaupun toh seseorang menyatakan bahwa hukum panggilan-panggilan itu makruh, maka hilanglah kemakruhan tersebut dengan adanya hajat untuk melakukannya, sebagaimana kaidah fiqh:

الكراهة تزول بالحاجة

"Kemakruhan itu hilang dengan adanya hajat."

Jika kita telah ketahui hukum panggilan seorang suami terhadap istri dengan "ummi" atau yang semisalnya adalah boleh, maka tentunya untuk panggilan seorang istri kepada suami dengan "abi" atau yang semisalnya lebih mudah lagi untuk dijawab.

والله تعالى أعلم، نسأل الله التوفيق والسداد.

Purworejo, 10 Dzulqo'dah 1435
Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawi –Hafidzohulloh- 

Sumber :http://asshohihah.blogspot.com/2014/10/hukum-memanggil-istri-dengan-sebutan.html

Senin, 16 Maret 2015

Biografi Ustadz Dzulqarnain Hafidzahullah

Nama dan Nisbatnya
Nama beliau adalah Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi. Kunyah beliau (nama panggilan) adalah Abu Muhammad.

Lahir di Kota Makassar pada tanggal 12 Agustus 1976, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Pengalaman Menuntut Ilmu

Bermula dari tahun 1994, beliau belajar bahasa Arab dan beberapa cabang ilmu syari’at lainnya di pulau Jawa.

Mendekati pertengahan tahun 1995, beliau diberi anugrah oleh Allah sehingga mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu ke Ma’had Darul Hadits, Dammaj, Yaman. Dan beliau terus menerus belajar di desa terpencil itu hingga pertengahan tahun 1999. Di Ma’had Darul Hadits beliau hafal Al-Qur’an 30 juz dan memperlajari berbagai bidang ilmu syari’at.

Semenjak kembali dari Yaman pada tahun 1999, beliau banyak sibuk dengan mengajar dan menulis. Dan beliau masih saja sibuk meneliti, membahas dan belajar hingga hari ini.

Kemudian pada tahun 2004, Allah memudahkan untuk menimba ilmu ke Saudi Arabia dan talaqqi dari sejumlah ulama besar yang menjadi rujukan manusia di masa ini. Dan hingga hari ini, Allah masih memudahkan beliau untuk bolak-balik ke Saudi Arabia dengan maksud memperdalam ilmu agama dan mempererat hubungan dengan ulama. Selama masa tersebut, beliau mengkhatam Al-Qur`an dua kali dari hapalan dengan membaca riwayat Hafsh dari Ashim melalui jalan Asy-Syathibiyyah dan Thoyyibah An-Nasyar, talaqqi dari dua orang guru ahli Qira’at dan beliau mendapat ijazah tertulis dalam hal tersebut. Selain dari itu, beliau lebih memperdalam berbagai cabang ilmu agama kepada ulama-ulama terkemuka dan mengambil sanad-sanad periwayatan buku-buku Salaf.

Para Ulama Guru-guru Beliau

Definisi seorang guru -menurut Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad- adalah siapa yang kita pernah belajar kepada sebuah bab dari buku-buku agama.

Insya Allah apa yang beliau sebutkan adalah ukuran yang pertengahan dalam kelayakan seorang berkata kepada seorang Syaikh beliau adalah Syaikhuna (guru kami). Walaupun sebagian ulama seperti Imam Adz-Dzahaby –bagi siapa yang mencermati buku himpunan guru-guru beliau- kadang menghitung seorang alim sebagai gurunya hanya dengan mengambil satu faedah darinya.

Daftar para ulama yang beliau pernah menimba ilmu kepadanya antara lain:

1. Mujaddid dan Ahli Hadits Negeri Yaman, Al-Imam Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullâh (Wafat 29 Rabi’ul Akhir 1422 H/21 Juli 2001)

Dari Syaikh Muqbil, beliau menghadiri pelajaran Shohih Al-Bukhari, Shohih Muslim, Mustadrak Al-Hakim, Tafsir Ibnu Katsir, Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shahihain, Al-Jami’ Ash-Shahih Mimma Laisa Fii Ash-Shahihain, Al-Jami’ Ash-Shahih Min Dalâ`il An-Nubuwwah, Al-Jami’ Ash-Shahih fii Al-Qadar, Ash-Shahih Al-Musnad Min Asbabin Nuzul, Gharatul Fishal ‘alal Mu’tadin ‘ala Kutubil ‘Ilal, Dzammul Mas`alah dan Ahadits Mu’allah Zhahiruha Ash Shihhah.

2. Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya bin Muhammad An-Najmi rahimahullah (Wafat 19 Rajab 1429 H/23 Juli 2008)

Dari Syaikh Ahmad, beliau membaca langsung dari Syaikh kitab Wasiyat Abu ‘Utsman Ash-Shobuny dan beberapa bab dari Maurid Al-Adzbi Al-Zilal. Selain dari itu juga beliau menghadiri pelajaran Qurrah ‘Uyun Al-Muwahhidin, bab Buyu’ dari Bulughul Maram, Shohih Al-Bukhari, Nuzhatun Nazhor dan lain-lainnya. Dan Syaikh Ahmad memberi ijazah kepada beliau meriwayatkan kutub As-Sittah.

3. Al-Faqih An-Nihrir Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan hafizhahullah (anggota Al-Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al I’lmiyyah wal Ifta’ (Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Fatwa), anggota Hai’ah Kibarul ‘Ulama (Badan Ulama Besar) Saudi Arabia dan anggota Majma’ Al-Fiqh)

Dari Syaikh Al-Fauzan, beliau menghadiri pelajaran Kitabut Tauhid, Al-Furqan, At-Tawassul Wal Wasilah, Tafsir Surah-sarah Al-Mufashshol, Al-Arba’in An-Nawawiyah, Ar-Raudh Al-Murbi’, Akhshor Al-Mukhtashot, Bulughul Maram dan Umdah Al-Ahkam.

4. Hamil Liwa` Al-Jarh wat Ta’dil, Al-‘Allamah Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkhali hafizhahullah

Dari Syaikh Rabi’, beliau menghadiri pelajaran Kitabul Iman dari Shohih Al-Bukhari, Asy-Syari’ah karya Al-Ajurri dan sejumlah pelajaran sore dari tafsir, manhaj, akhlaq, nasehat dan selainnya.

5. Alim negeri Shomithoh, Al-‘Allamah Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah

Dari Syaikh Zaid, beliau membaca langsung kitab Syarh As-Sunnah karya Imam Al-Muzany. Dan menghadiri ringkasan Ushulul Fiqih karya As-Si’dy, Sunan An-Nasa`iy, Tafsir surah Maryam dari Adhwa` Al-Bayan, Ushul As-Sunnah karya Ibnu Abi Zamanin dan lain-lainnya.

6. Al-Allamah Al-Ushuly As-Syaikh ‘Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan hafizhohullah (anggota Al-Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al I’lmiyyah wal Ifta’ (Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Fatwa) dan anggota Hai’ah Kibarul ‘Ulama (Badan Ulama Besar) Saudi Arabia.)

Dari Syaikh Al-Ghudayyan, beliau menghadiri pelajaran Al-Muwafaqat, Qawa’id Al-Ahkam karya Al-‘Izz bin ‘Abdussalam, Al-Furuq karya Al-Qarafi dan Al-Inshof.

7. Ahli Hadits kota Madinah, Al-‘Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al ‘Abbad Al Badr hafizhahullah

Dari Syaikh Al-‘Abbad, beliau menghadiri Kitab Ash-Shiyam hingga Kitab Al-I’tikaf dari Umdah Al-Ahkam dan beberapa halaqah dari Sunan An-Nasa’iy (Musim Haji tahun (1419H/1998M), Sunan At-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah.

8. Alim kota Madinah, Al-‘Allamah Asy-Syaikh ‘Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman Al Jabiri hafizhahullah

Dari Syaikh Ubaid, beliau menghadiri Tartib Syarh As-Sunnah karya Al-Barbahari, Kitab Ash-Shiyam dari Umdah Al-Ahkam, dan beberapa ceramah ilmiyah.

9. Al-Muhaddits Al-Allamah Asy-Syaikh Dr. Abdul Karim bin Abdillah Al-Khudhir.

Dari Syaikh Abdul Karim, beliau menghadiri Syarah Alfiyah Al-‘Iraqy dan Mimiyah fil Adab karya Al-Hafizh Al-Hakamy.

Dan banyak lagi dari masyaikh dan ulama yang agak panjang untuk diuraikan seluruhnya, seperti Mufti Saudi Arabia saat ini, Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Syaikh Abdul ‘Azizi Ar-Rajihi, Syaikh Sholih As-Suhamy, Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari, Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaly, Syaikh Abdurrazzaq Al-‘Abbad Al-Badr dan lain-lainnya.

Selain dari itu, beliau juga menghadiri beberapa majelis Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utasimin pada musim haji tahun 1419H.

Karya Tulis dalam Bentuk Buku

Karya tulis Al Ustadz Dzulqarnain dalam bentuk buku yaitu:

1. Panduan Puasa Ramadhan di Bawah Naungan Al Qur’an dan As Sunnah, diterbitkan pertama kali pada Sya’ban 1421 H/November 2000 oleh Pustaka Al Haura’ Yogyakarta (ukuran 11,5 X 18,5 cm; tebal 72 halaman), kemudian edisi revisi diterbitkan pada Sya’ban 1426/September 2005 oleh Pustaka As Sunnah Makassar (ukuran 12 X 18,5 cm; tebal 104 halaman).

2. Indahnya Sholat Malam; Tuntunan Qiyamul Lail dan Sholat Tarawih, cetakan pertama Sya’ban 1427 H/September 2006, ukuran 12 X 18 cm, tebal 116 halaman, penerbit Pustaka As Sunnah Makassar.

3. Meraih Kemuliaan Melalui Jihad… Bukan Kenistaan, cetakan pertama Sya’ban 1427 H/Agustus 2006, ukuran 16,5 X 24,5 cm, tebal 440 halaman, penerbit Pustaka As Sunnah Makassar.

Karya Tulis dalam Bentuk Artikel Majalah

Karya tulis Al Ustadz Dzulqarnain dalam bentuk artikel di majalah (diurutkan menurut tanggal terbit) antara lain:

1. Mukjizat Terbelahnya Bulan, dimuat di majalah SALAFY edisi XXIV/1418/1998 halaman 32-36. (Pada catatan kaki artikel ini tertulis: “Penulis adalah thalibul ‘ilmi (orang yang sedang menuntut ilmu) asal Ujung Pandang. Kini sedang belajar pada Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i di Ma’had Darul Hadits, Dammaj, Yaman. Tulisan aslinya berbahasa Arab dan dialihbahasakan oleh Azhari Asri”)

2. Jihad Menurut Timbangan Ahlussunnah wal Jama’ah, dimuat di majalah SALAFY edisi 34/1421 H/2000 M halaman 11-14.

3. Ahkamul Jihad, dimuat di majalah SALAFY edisi 34/1421 H/2000 M halaman 15-24.

4. Qunut Nazilah Senjata Orang Beriman, dimuat di majalah SALAFY edisi 34/1421 H/2000 M halaman 39-44.

5. Ahkamul Jihad: Mengangkat Pemimpin dalam Jihad, dimuat di majalah SALAFY edisi 35/1421 H/2000 M halaman 36-42.

6. Hukum Terhadap Intelijen, dimuat di majalah SALAFY edisi 37/1421 H/2000 M halaman 11-14.

7. Posisi Masbuk dan Hukum Sholat di Belakang Ahlul Bid’ah, dimuat di majalah An Nashihah volume 01 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 2-7.

8. Doa Sujud Tilawah dan Sujud Sahwi, dimuat di majalah An Nashihah volume 01 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 7-9.

9. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Siapakah Mereka?, dimuat di majalah An Nashihah volume 01 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 10-18.

10. Menggerakkan Jari Telunjuk ketika Tasyahud, dimuat di majalah An Nashihah volume 01 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 27-39.

11. Siapakah Mahrammu?, dimuat di majalah An Nashihah volume 01 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 51-56.

12. Tinja dan Kencing, Najiskah?, dimuat di majalah An Nashihah volume 02 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 2-4.

13. Hakikat Dakwah Salafiyah, dimuat di majalah An Nashihah volume 02 Tahun 1/1422 H/2001 M halaman 5-14.

14. Fatwa Para Ulama Besar Menyikapi Terorisme, dimuat di majalah An Nashihah volume 03 Tahun 1/1422 H/2002 M halaman 2-20. (Artikel ini disusun sebagai bantahan ilmiah terhadap Ja’far Umar Thalib selaku Panglima Laskar Jihad saat itu yang mendukung peledakan gedung WTC di Amerika Serikat)

15. Pijakan Seorang Muslim di Tengah Gelombang Fitnah, dimuat di majalah An Nashihah volume 03 Tahun 1/1422 H/2002 M halaman 21-34.

16. Hukum Qunut Subuh, dimuat di majalah An Nashihah volume 03 Tahun 1/1422 H/2002 M halaman 59-64.

17. Haruskah Orang yang Khutbah yang Menjadi Imam?, dimuat di majalah An Nashihah volume 04 Tahun 1/1423 H/2002 M halaman 4-5.

18. Hadits Bithoqoh (Kartu), dimuat di majalah An Nashihah volume 04 Tahun 1/1423 H/2002 M halaman 6-8.

19. Seputar Air Madzi, dimuat di majalah An Nashihah volume 04 Tahun 1/1423 H/2002 M halaman 9.

20. Dokter Praktek, dimuat di majalah An Nashihah volume 04 Tahun 1/1423 H/2002 M halaman 10.

21. Ikhtilath ketika Bekerja, dimuat di majalah An Nashihah volume 04 Tahun 1/1423 H/2002 M halaman 11-12.

22. Hukum Nikah dalam Keadaan Hamil, dimuat di majalah An Nashihah volume 05 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 2-6.

23. Bacaan Dzikir Setelah Sholat, dimuat di majalah An Nashihah volume 05 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 10-12.

24. Seputar Sholat Tarawih, dimuat di majalah An Nashihah volume 05 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 13.

25. Lutut atau Tangankah yang Lebh Dulu Menyentuh Bumi ketika Sujud?, dimuat di majalah An Nashihah volume 05 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 49-52.

26. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Pertama), dimuat di majalah An Nashihah volume 05 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 53-57.

27. Melihat Allah dalam Mimpi, Mungkinkah?, dimuat di majalah An Nashihah volume 06 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 2-4.

28. Cara Sholat Taubat, dimuat di majalah An Nashihah volume 06 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 5-6.

29. Studi Syar’i tentang Beberapa Muamalat Kekinian, dimuat di majalah An Nashihah volume 06 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 35-48.

30. Hadits-hadits Seputar Keutamaan Surat Yasin, dimuat di majalah An Nashihah volume 06 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 49-59.

31. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Kedua), dimuat di majalah An Nashihah volume 06 Tahun 1/1424 H/2004 M halaman 60-67.

32. Mengambil Manfaat dari Sawah yang Digadaikan, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 2-3.

33. Beberapa Masalah Berkaitan dengan Sholat Berjama’ah, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 3-5.

34. Derajat Hadits Jihad Paling Besar adalah Melawan Hawa Nafsu, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 5.

35. Kiat-kiat Menyambut Bulan Ramadhan yang Sarat Keutamaan, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 13-18.

36. Panduan Puasa Ramadhan di Bawah Naungan Al Qur’an dan As Sunnah, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 24-37.

37. Tuntunan Qiyamul Lail dan Sholat Tarawih, dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 38-53.

38. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Ketiga), dimuat di majalah An Nashihah volume 07 Tahun 1/1425 H/2004 M halaman 59-64.

39. Studi Syar’i tentang Beberapa Muamalat Kekinian: Jual Beli dengan Cara Kredit, dimuat di majalah An Nashihah volume 08 Tahun 1/1425 H/2005 M halaman 40-49.

40. Hukum Menjaharkan Basmalah dalam Sholat Jahriyah, dimuat di majalah An Nashihah volume 08 Tahun 1/1425 H/2005 M halaman 50-52.

41. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Keempat), dimuat di majalah An Nashihah volume 08 Tahun 1/1425 H/2005 M halaman 53-57.

42. Studi Syar’i tentang Beberapa Muamalat Kekinian: Beberapa Hukum Berkaitan dengan Undian, dimuat di majalah An Nashihah volume 09 Tahun 1/1426 H/2005 M halaman 39-40.

43. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Kelima), dimuat di majalah An Nashihah volume 09 Tahun 1/1426 H/2005 M halaman 54-59.

44. Terorisme, Bahaya dan Solusinya, dimuat di majalah An Nashihah volume 10 Tahun 1/1427 H/2006 M halaman 17-33.

45. Mengenal Kesyirikan, Bahaya dan Bentuk-bentuknya (Bagian Pertama), dimuat di majalah An Nashihah volume 10 Tahun 1/1427 H/2006 M halaman 34-42.

46. Mengenal Kesyirikan, Bahaya dan Bentuk-bentuknya (Bagian Kedua), dimuat di majalah An Nashihah volume 11 Tahun 1/1427 H/2006 M halaman 33-35.

47. Hadits-hadits Seputar Bulan Sya’ban, dimuat di majalah An Nashihah volume 11 Tahun 1/1427 H/2006 M halaman 46-52.

48. Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Bagian Keenam), dimuat di majalah An Nashihah volume 11 Tahun 1/1427 H/2006 M halaman 53-58.

49. Hadits Doa di Padang Arafah, dimuat di majalah As Salaam No. IV Tahun II 2006 M/1426 H halaman 37-40.

50. Etika Syar’i bagi Perempuan dalam Menuntut Ilmu, dimuat di majalah An Nashihah volume 12 Tahun 1428 H/2007 M halaman 39-44.

51. Pentingnya Mengenal Al Asma’ Al Husna, dimuat di majalah An Nashihah volume 12 Tahun 1428 H/2007 M halaman 45-50.

52. Anjuran untuk Berdzikir dan Keutamaannya, dimuat di majalah An Nashihah volume 12 Tahun 1428 H/2007 M halaman 57-61.

53. Beberapa Kaidah Mengenal Al Asma’ Al Husna, dimuat di majalah An Nashihah volume 13 Tahun 1429 H/2008 M halaman 33-38.

54. Beberapa Hukum Seputar Ihdad, dimuat di majalah An Nashihah volume 13 Tahun 1429 H/2008 M halaman 55-62.

55. Hukum Multi Level Marketing, dimuat di majalah An Nashihah volume 13 Tahun 1429 H/2008 M halaman 12-14.

56. Tuntunan Praktis dalam Berqurban, dimuat di majalah An Nashihah volume 14 Tahun 1429 H/2008 M halaman 27-34.

57. Beberapa Hadits Berkaitan dengan Sepuluh hari Dzulhijjah dan Hari-hari Tasyriq, dimuat di majalah An Nashihah volume 14 Tahun 1429 H/2008 M halaman 35-44.

58. Agar Anda Terhindari dari Musibah, dimuat di majalah An Nashihah volume 14 Tahun 1429 H/2008 M halaman 45-48.

http://jihadbukankenistaan.com/tentang-web